Abstrak

     Dari berbagai jenis manuskrip Nusantara, mushaf termasuk salah satu naskah yang paling banyak disalin oleh masyarakat. Ini terkait dengan kedudukan Al-Qur'an sebagai sumber utama Islam. Sehingga berpengaruh terhadap tradisi pembacaan, pengajaran dan penyalinannya di masyarakat. Pengajaran baca tulis Al-Qur'an umumnya dianggap pendidikan Islam yang paling dasar. Setiap Muslim selain dituntut untuk menamatkan bacaannya, ia juga dianjurkan memiliki mushafnya. Dari sini, penyalinan mushaf menjadi sebuah keniscayaan. Karenanya, tak berlebihan bila dikatakan bahwa tradisi naskah keagamaan dimulai dengan penyalinan mushaf. Tidak terlepas dari hal tersebut, ternyata mushaf Al-Qur'an kuno juga di temukan di kawasan Demak, tepatnya di masjid Agung Demak. Kurang lebih ada 14 mushaf yang telah ditemukan di sana.


Pendahuluan 

     Masjid Agung Demak merupakan masjid kuno yang dibangun oleh Raden Patah dari Kerajaan Demak dibantu para Walisongo pada abad ke-15 Masehi. Masjid ini masuk dalam salah satu jajaran masjid tertua di Indonesia. Lokasi Masjid Agung Demak terletak di Kampung Kauman, Kelurahan Bintoro, Kabupaten Demak, Jawa Tengah.  

     Menurut cerita yang beredar di masyarakat, Masjid Agung Demak dahulunya adalah tempat berkumpulnya Walisongo yang menyebarkan agama Islam di tanah jawa inilah yang mendasari Demak mendapat sebutan kota wali. Raden Patah bersama dengan Walisongo membangun masjid ini dengan memberi gambar serupa bulus. Secara filosofis bulus menggambarkan tahun pembangunan Masjid Agung Demak yaitu 1401 Saka. Bulus yang terdiri tas kepala memiliki makna 1, empat kaki bulus bermakna 4, badan bulus yang bulat bermakna 0, dan ekor bulus bermakna 1. Hewan bulus memang menjadi simbol Masjid Agung Demak, dibuktikan dengan adanya berbagai ornamen bergambar bulus di dinding masjid.


Salah Satu Manuskrip Al Qur'an yang Ada di Masjid Agung Demak

     Selain masjidnya yang monumental, terdapat juga sebuah museum yang terletak di dalam kompleks Masjid Agung Demak dalam lingkungan alun-alun kota Demak. Museum ini buka tiap hari dari Senin hingga Minggu pada jam kerja. Museum ini menyimpan berbagai barang peninggalan Masjid Agung Demak. Barang peninggalan yang paling terkenal ialah Pintu Bledeg buatan Ki Ageng Selo tahun 1466 M, dibuat dari kayu jati berukiran tumbuh-tumbuhan, suluran, jambangan, mahkota, dan kepala binatang (naga) dengan mulut terbuka menampakkan gigi-giginya yang runcing. Menurut cerita, kepala naga tersebut menggambarkan petir yang kemudian dapat ditangkap oleh Ki Ageng Selo. 

     Selain pintu Bledeg, ternyata ada juga peninggalan penting yang sering kali diabaikan oleh pengunjung di sana, yaitu mushaf Al-Qur'an kuno yang berjumlah 14 buah. Menurut penjaga museum di sana, tidak diketahui secara pasti asal usul mushaf tersebut, mushaf mushaf tersebut ditemukan secara acak di berbagai tempat masjid, ada yang di temukan di atas genteng masjid, di atas lemari, maupun di rak rak masjid tempat meletakkan Al Qur'an. 

Sedangkan menurut Ali Akbar, peneliti Lajnah Pentashihan Mushaf Al Qur’an pernah mencatat spesifikasi mushaf-mushaf yang ada di museum tersebut (Mushaf Kuno Nusantara Jawa, 2019). Ia menyebut bahwa mushaf-mushaf ini merupakan wakaf dari masyarakat.

Berikut adalah salah satu contoh mushaf yang ada di masjid agung Demak. 


Mushaf ini berukuran 32 x 19,5 cm, menggunakan kertas Eropa dengan countermark WW&H Pannekoek. Adapun tinta yang digunakan yaitu warna hitam dan merah. Tinta hitam digunakan untuk menulis ayat-ayatnya, sementara tinta merah untuk kepala surah, permulaan juz, tanda tajwid, catatan pias, dan lingkaran akhir ayat. Bagian awal mushaf ini telah hilang, sehingga iluminasi dapat dilihat di bagian tengah (Surat Al Kahfi) dan di akhir mushaf. Motif yang digunakan berbentuk floral (tumbuh-tumbuhan) yang didominasi warna kecokelatan. Dengan frame persegi dan segitiga, mushaf ini terlihat lebih rapi.

     Ada hal menarik mengenai mushaf mushaf tersebut, beberapa diantara mushaf disertai sebuah catatan kecil, ada yang bertuliskan nama orang serta keterangan lainnya yang ditulis dalam bahasa Jawa. Dikarenakan belum ada penelitian lebih lanjut mengenai mushaf Al-Qur'an kuno di masjid agung Demak, belum bisa dipastikan apakah catatan catatan itu memang bagian daripada mushaf atau bukan. Di sisi lain hal ini menjadi peluang bagi peneliti peneliti yang ingin meriset lebih dalam lagi mengenai mushaf Al-Qur'an kuno di masjid agung Demak sehingga didapatkan data yang lebih baku lagi, ataupun hanya sekedar memperkaya khazanah pengetahuan peninggalan sejarah bercorak Islam di Nusantara.