Abstrak

Sebuah tradisi merupakan budaya turun temurun yang diwariskan oleh nenek moyang kepada generasi generasi penerusnya, setiap tradisi yang baik harus dilestarikan oleh setiap generasi agar tetap lestari dan tidak hanya menjadi cerita belaka. Salah satunya adalah tradisi Punggahan. Punggahan merupakan bentuk perayaan untuk mengingatkan para umat muslim bahwa Ramadhan akan segera tiba, dan juga untuk mengirim doa untuk orang-orang yang telah meninggal dunia. Punggahan sendiri berasal dari kata munggah (bahasa Jawa) yang artinya naik, mancat, atau memasuki tempat yang lebih tinggi.

Punggahan dimaksudkan sebagai tradisi berdoa dan bersyukur naik ke bulan mulia, yaitu bulan suci Ramadhan. Sesuai kata munggah tersebut tersirat makna perubahan ke arah yang lebih baik atau terjadi peningkatan iman selama melakukan ibadah puasa Ramadhan. Tradisi punggahan diperkenalkan oleh Sunan Kalijaga saat menyebarkan agama Islam di wilayah Jawa terutama Jawa Tengah saat itu Sunan Kalijaga menggunakan metode akultrasi budaya saat penyebaran agama Islam. Punggahan biasanya dilakukan di rumah, masjid ataupun mushola dengan mengundang sanak saudara dan tentangga sekitar serta seorang kyai untuk memimpin tahlil dan doa. Menu yang wajib disediakan saat punggahan adalah Apem, Pasung, Pisang jenis Raja (utamanya) , dan Ketan, keempat menu wajib yang harus ada pada saat punggahan tersebut. Menu yang dibawa saat punggahan ini memiliki makna tersendiri dalam rangka menyambut datangnya bulan Ramadhan maka dari itu menu ini wajib ada ketika punggahan agar makna yang terkandung dapat tersampaikan dan dapat membersihkan jiwa untuk menuju bulan yang mulia yaitu bulan Ramadhan yang dirayakan oleh umat Islam.


Kata Kunci : Punggahan, Tradisi, Ramadhan, Jawa dan Doa



Pendahuluan

Budaya secara umum adalah sesuatu kebiasaan yang ada di masyarakat baik yang berkembang menjadi adat kebiasaan atau dengan ritual agama lainnya dalam arti lain. Tradisi telah menjadi sesuatu yang dilakukan sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan masyarakat dan secara turun temurun. Tradisi itu merupakan hasil ijtihad dari ulama, cendikiawan, budayawan dan orang-orang islam yang termasuk kedalam ulil albab. Menurut Funk and Wagnalss seperti yang dikutip oleh Muhaimin tentang istilah tradisi di maknai sebagai pengetahuan, doktrin, kebiasaan, praktek dan yang dipahami sebagai pengetahuan yang diwariskan secara turun temurun dengan cara dan praktek tersebut

Sementara Punggahan ialah berasal dari kata Munggah (bahasa jawa) yang artinya naik, mancat, atau memasuki tempat yang lebih tinggi. Sesuai kata Munggah tersebut tersirat makna perubahan kearah yang lebih baik dari bulan Sya‟ban menuju bulan suci Ramdhan dan untuk peningkatan iman selama melakukan ibadah puasa Ramadhan.Punggahan merupakan tradisi mengirim doa kepada leluhur yang sudah meninggal dunia menjelang datangnya bulan Ramadhan, di maksudkan sebagai tradisi berdoa dan bersyukur naik ke bulan mulia, yaitu bulan suci Ramadhan bulan yang selalu di tunggu kedatangannya di seluruh dunia terutama oleh umat muslim tidak terkecuali Muslim di Indonesia. Berbagai persiapan pun dilakukan untuk menyambut datangnya Ramadhan di antaranya adalah punggahan, tradisi ini bertujuan untuk mengingatkan para umat Islam bahwa Ramadhan akan segera tiba, dan juga untuk mengirim doa untuk orang-orang yang telah meninggal dunia. Tradisi punggahan diperkenalkan oleh Sunan Kalijaga saat menyebarkan agama Islam di wilayah Jawa terutama Jawa Tengah, saat itu Sunan Kalijaga menggunakan metode akultrasi budaya saat penyebaran agama Islam.Punggahan biasanya dilakukan di rumah, masjid ataupun mushola dengan mengundang sanak saudara dan tentangga sekitar serta seorang kyai untuk memimpin tahlil dan doa. Menu yang wajib disediakan saat punggahan adalah Apem, Pasung, Pisang Raja, dan Ketan. Menu yang dibawa saat punggahan ini memiliki makna tersendiri dengan menyambut datangnya bulan Ramadhan maka dari itu menu ini wajib ada ketika punggahan agar makna yang terkandung dapat tersampaikan dan dapat membersihkan jiwa untuk menuju bulan yang mulia yaitu bulan Ramadhan yang dirayakan oleh umat Islam. 

Desa rejosari, lebih tepatnya di Dusun Ngromo RT. 08 RW. 02 Kec. Bancak Kab. Semarang. Teori yang digunakan dalam penyusunan jurnal ini ialah penelitian kualitatif. Teori dalam penelitian kualitatif bersifat menemukan teori. Oleh karena itu penelitian kualitatif jauh lebih sulit dari penelitian kuantitatif. Penelitian harus berbekal teori yang luas sehingga mampu menjadi “Human Instrumen” yang baik. Metode penelitian yang digunakan dengan menggunakan dua data. Data kualitatif adalah penelitian dimana instrumen kunci dipegang oleh peneliti untuk meneliti suatu objek. Data kualitatif adalah data yang bukan berupa simbol atau angka melainkan berbentuk informasi atau kalimat. Untuk mendapatkan data kualitatif dapat dilakukan proses analisis wawancara. Dalam tradisi Punggahan di Desa rejosari melalui wawancara dengan Bapak Muhammad Mu’alim yaitu salah satu tokoh masyarakat di Desa Rejosari di dapatkan hasil wawancara sebagai berikut. 


Pembahasan

Data penelitian diketahui dengan cara wawancara dengan bapak Muhammad Mu’alim (44) sebagai tokoh masyarakat di desa Rejosari sebagai berikut:

: Bagaimana sejarah awal mula terciptanya tradisi punggahan di desa Ngromo?

: "Untuk sejarah rincinya saya kurang paham. Tapi yg jelas itu adalah budaya turun temurun dari nenek moyang. Untuk sejarah awal mulanya itu dari sunan kali jaga"


: Kapan budaya punggahan dilaksanakan?

: "Kalau bulan jawanya itu pada bulan Ruwah, kalau arabnya itu bulan Sya'ban. Bertujuan untuk menyambut datangnya bulan Ramadan."


: Tata cara pelaksanaannya?

: "Ya seperti acara kenduri atau bancaan biasa. Orang orang datang ke rumah berkumpul, tahlil, doa lalu makan makan. Namun disetiap daerah beda beda tradisinya. Ada yang mengadakan punggahan itu per rumah, artinya setiap rumah itu buat, terus mengundang tetangga tetangga sekitar. Ada juga yang satu desa itu buat semua terus dibawa ke masjid atau mushola dan acara dilaksanakan secara serentak."


: Kegiatan itu bertujuan untuk apa?

: "Ya sedekah aja dalam rangka suka cita merayakan akan datangnya bulan Ramadan. Kan dihadist ada itu bahwa bulan sya'ban adalah salah satu bulan yang istimewa."


: Apakah itu wajib dilaksanakan?

: "Kalau dibilang wajib secara syar'i ya enggak wajib. Cuma ini kan tradisi atau adat, selama itu tidak bertentangan dengan syariat ya sah sah saja. Kalau dalam kaidah ushul fiqh ada tuh " Adat bisa jadi hukum" Artinya ya punggahan ini dianggap wajib sebagai adat oleh masyarakat, menilik dasar di atas tadi, bahwa acaranya baik, tidak bertentangan dengan syariat, dalam hadis juga diperuntahkan untuk memperbanyak amal baik di bulan bulan istimewa seperti bulan sya'ban."


: Kalau tidak dilaksanakan bagaimana?

: "Ya tidak apa apa, wong itu hukum asalnya sunah kok (sedekah)."


: Apa makna filosofi dari acara tersebut?

: "Intinya itu adalah acara yang dilaksanakan untuk menyambut datangnya bulan Ramadan yang mana di dalam hidangan utamanya itu ada Pasung, Gedang (pisang), Apem, Ketan. Pasung sendiri ditafsirkanditafsirkan dengan lafadz _Fashoum_ yang artinya " Berpuasalah". Gedang diambilkan dari bahasa Arab yaitu _Ghodaan_ yang artinya "esok hari" atau "hari esok", disini maksudnya (besok) bulan Ramadan. Lalu ada Apem, ditafsirkan dengan lafadz _Afwan_ yang berarti "ngapuro" (Maaf). Laku yg terakhir ada Ketan yang diartikan dengan lafadz _Khotho-an_ yang berarti "kesalahan". Dapat disimpulkan bahwa makna dari tradisi2 diatas adalah " Berpuasalah besok (dibulan Ramadan), barang siapa berpuasa maka diampuni segala kesalahan-kesalahannya."


Bulan sya'ban adalah salah satu bulan yang istimewa, seperti dalam hadist berikut ini. 


ذَلِكَ شَهْرٌ يَغْفِلُ النَّاسُ عَنْهُ وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الأَعْمَال إِلى رَبِّ العَالمِينَ، فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عملي وَأَنَا صَائِمٌ


“Ia adalah bulan di saat manusia banyak yang lalai (dari beramal shalih), antara Rajab dan Ramadan. Ia adalah bulan di saat amal-amal dibawa naik kepada Allah Rabb semesta alam, maka aku senang apabila amal-amalku diangkat kepada Allah saat aku mengerjakan puasa sunah.” (HR. Tirmizi, An-Nasai dan Ibnu Khuzaimah. Ibnu Khuzaimah menshahihkan hadits ini)

Manfaat mempelajari Tradisi Punggahan Negara kepulauan yang terbentang dari Sabang sampai Merauke ini memiliki beraneka ragam suku, budaya dan tradisi hal ini menjadi kekayaan yang perlu dilestarikan keberadaanya. Sebagai warga negara yang baik kita harus menjaga budaya dan tradisi yang sudah ada sejak dahulunya seperti yang dibahas diatas yaitu Tradisi punggahan, banyak sekali hal yang bermanfaat ketika mempelajari Tradisi ini dengan memepelajarinya kita dapat mengetahui makna yang terkandung dalam tradisi itu. Mempelajari sebuah Budaya dan tradisi dapat mengetahui tentang asal usul tradisi yang berkembang di nusantara, serta dapat juga memilih mana tradisi yang baik untuk dilestarikan dan mana tradisi yang tidak perlu dilestarikan, dalam mempelajari sebuah tradisi kita mendapat pelajaran berharga dari semua tradisi yang ada di nusantara terutama dengan tradisi pungghan ini. Tradisi punggahan bukan saja menjadi tradisi biasa namun tradisi masayarakat Jawa ini memberi banyak manfaat yang sangat luas tergantung pada keinginan dan intuisi masing-masing dan makna. Diantaranya dapat memper erat tali silaturahmi baik dengan keluarga, sahabat, teman bahkan tetangga sendiri, Saling memaafkan antar sesama sehingga mempunyai hati yang bersih untuk memulai ibadah puasa serta ungakapan rasa bersyukur kepada Allah SWT yang telah memberi segala karunia dan nikmat untuk kita para hambanya. Mempererat kolektif antar manusia hingga dapat mengeluarkan diri dari kemiskinan dapat direnungkan menjadi manfaat dalam tradisi ini. Tradisi punggahan juga dapat menaikan nilai-nilai kemanusian kita. Maka dari itu bulan Ramadhan dapat dijadikan bulan untuk meninggalakan sifat-sifat seperti sombong, pelit, syirik, dan fitnah.

Tradisi punggahan sendiri memiliki makna untuk mengintropeksi kesalahan yang ada pada diri kita dan yang pernah dilakukan sebelumnya. Karena dalam memasuki bulan Ramadhan segala kesalahan dapat terampuni, serta dalam memasuki bulan Ramadhan kita dalam keadaan hati yang bersih. Nilai – nilai yang terkandung dalam mempererat tali silaturahmi diantara sesama umat Nabi Muhammad SAW. Inti dari punggahan sendiri yakni mempersiapkan diri menjadi hati yang rasa empati dan kolektivisme tinggi. Karena Allah SWT mewajibkan hambanya atau seluruh umat islam di dunia untuk melakukan puasa di bulan Ramadhan hal ini dapat menyadarkan bahwa kita juga harus merasakan penderitaan sesama yang terkadang untuk makan saja susah atau tidak dapat membeli makanan sehari-hariya. Dengan ini, tradisi sederhana ini harus tetap dilestarikan dan di jaga agar bisa tetap dapat diketahui oleh generasi mendatang. khususnya bagi masyarakat di Jawa. 


Penutup

Punggahan merupakan tradisi mengirim doa kepada leluhur yang sudah meninggal dunia menjelang datangnya bulan Ramadhan, di maksudkan sebagai tradisi berdoa dan bersyukur naik ke bulan mulia, yaitu bulan suci Ramadhan bulan yang selalu di tunggu kedatangannya di seluruh dunia terutama oleh umat muslim tidak terkecuali Muslim di Indonesia .Tradisi punggahan sendiri memiliki makna untuk mengintropeksi kesalahan yang ada pada diri kita dan yang pernah dilakukan sebelumnya. Karena dalam memasuki bulan Ramadhan segala kesalahan dapat terampuni, serta dalam memasuki bulan Ramadhan kita dalam keadaan hati yang bersih. Nilai – nilai yang terkandung dalam mempererat tali silaturahmi diantara sesama umat Nabi Muhammad SAW. Inti dari punggahan sendiri yakni mempersiapkan diri menjadi hati yang rasa empati dan kolektivisme tinggi. Sebagai warga negara yang baik kita harus menjaga budaya dan tradisi yang sudah ada sejak dahulunya seperti yang dibahas diatas yaitu tradisi punggahan, banyak sekali hal yang bermanfaat ketika mempelajari tradisi ini, dengan memepelajarinya kita dapat mengetahui makna yang terkandung dalam tradisi tersebut. 


Daftar pustaka

Ma'arif Ahmad, 2006. "Menebus Batas Tradisi Menuju Masa Depan yang Membedakan Refleksi Atas Pemikiran Nur Kholis Majid" (Jakarta: Penerbit Buku Kompas)

Muhaimin. 2001. "Islam dalam Bingkai Lokal Potret dari Cirebon" (Ciputat Tangerang: PT Logos Wacana Ilmu)

(http://waspadamedan.com/index.php?option=com_content&view =article&id=13224:tradisi-punggahan-menurutislam&catid=61:mimbar-jumat&Itemid=230, diakses pada tanggal 1 oktober 2014 pukul 12:35 WIB

(http://gadingpermai.org/berita-253-penghayatan-arti-ruwahan-- punggahan.html, diakses pada tanggal 1 oktober 2014 pukul 12:50 WIB)

Qudsiyah, Risalatul. 2019 “Nilai-Nilai Pendidikan Islam Dalam Tradisi Punggahan Pada Masyarakat Dusun Klesem Desa Selomirah Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang Tahun 2019”